Sabtu, 08 Agustus 2009

Merdeka dari Kemiskinan


17 Agustus 2009, genap 64 tahun bangsa Indonesia terbebas dari penderitaan karena penjajahan bangsa asing, tetapi masih banyak penduduknya belum terbebas dari penderitaan karena penjajahan kemiskinan (dalam tulisan ini, berkenaan dengan kemiskinan ekonomi saja!). Ini bukanlah pernyataan yang mengada-ada. Penderitaan karena kemiskinan sudah bukan berita dan fakta yang asing bagi kita, atau bahkan kita bisa melihat dengan mata kepala sendiri, atau lebih lagi kita tengah mengalaminya.

Kemiskinan merupakan fakta sosial yang menyedihkan dan tidak pernah dicita-citakan oleh siapa pun, serta seharusnya tidak perlu terjadi. Hal itu membuat orang tidak berdaya untuk menghidupi diri dan keluarga, bahkan sekedar memenuhi kebutuhan primer. Hal itu juga melahirkan berbagai macam penderitaan hidup: keterbelakangan, kelaparan, penyakit tak terobati, keminderan dan sebagainya.

Bagaimana kita bisa memahami kenyataan tentang bangsa Indonesia yang wilayahnya luas dan kaya akan sumber daya alam, namun rakyatnya masih banyak yang miskin? Bagaimana kita harus mengatakan “kaya atau miskin negara kita”, jika kita melihat sebagian rakyat menikmati kepemilikan serba mewah, sementara sebagian yang lain untuk makan saja mengalami kesulitan? Secara sederhana, hal itu bisa terjadi karena tiga faktor.

Pertama-tama adalah perbedaan sumber daya manusia, kesempatan dan tempat. Tidak bisa disangkal bahwa setiap orang memiliki kemampuan (SDM) yang berbeda-beda dalam mencukupi kebutuhan ekonomi, misalnya: pandai berusaha. Kesempatan yang berbeda-beda juga menentukan perkembangan orang secara ekonomi, misalnya: tersedia lowongan kerja. Lalu, tempat juga turut menentukan, misalnya: lahan pertanian yang subur atau daerah sentra pembangunan.

Faktor kedua adalah peranan pemerintah belum efektif. Pemerintah belum berhasil mendistribusikan kekayaan negara kepada rakyat secara adil dan merata. Berkaitan dengan alasan kemiskinan pertama, pemerintah belum berhasil mengusahakan agar semua rakyatnya memiliki SDM yang mencukupi, menyelenggarakan kesempatan yang kondusif dan membuat prioritas-prioritas tertentu untuk daerah-daerah sulit, untuk kesejahteraan ekonomi seluruh rakyat. Akibatnya, kekayaan negara dinikmati secara berlebih hanya oleh sebagian rakyat.

Faktor ketiga adalah rendahnya rasa solidaritas antar penduduk, terlebih dari penduduk yang kaya ke yang miskin. Hal ini menjadikan kekayaan negara mengerucut pada sekelompok kecil penduduk, dan mengondisikan sebagian penduduk lainnya sulit ikut menikmatinya. Dengan kemampuan dan fasilitas yang dimiliki, yang kaya semakin mudah untuk menambah kekayaannya, sementara yang miskin semakin terjepit oleh kemiskinannya.

Ke-belum-berhasil-an pemerintah dalam menyejahterakan seluruh rakyat selama ini, bukan berarti tak ada kepedulian pemerintah terhadap rakyat miskin. Program pengentasan (dari) kemiskinan dengan berbagai jurusnya sudah lama kita dengar. Akan tetapi, nyatanya jumlah rakyat miskin masih banyak, bahkan cenderung bertambah. Hal ini merupakan tanda bahwa program-program pembebasan pemerintah tidak efektif. Program-program itu belum mencapai tujuannya. Ketidakberhasilannya bisa disebabkan karena programnya tidak tepat sasaran, dan/atau tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Ketidaktepatan sasaran program menyangkut berbagai kemungkinan, misalnya, analisa sosialnya tidak akurat. Sedangkan pelaksanaan tidak sesuai program –meski sangat bagus-- menyangkut agen-agen yang seharusnya menjalankannya, misalnya, tidak berdedikasi dan suka korupsi.

Jika program pembebasan dari kemiskinan yang sekian lama digulirkan pemerintah belum berhasil juga, apakah yang harus pemerintah lakukan lagi? Tentu saja, rasa putus-asa harus dibuang jauh-jauh, karena ini menyangkut rakyat yang seharusnya tidak jatuh dalam kemiskinan. Sebaliknya dimensi pengharapan bahwa seluruh rakyat bisa menikmati kemakmuran harus dikedepankan. Memang, pengharapan saja belumlah cukup. Dibutuhkan perjuangan yang keras dan serius untuk mewujudkannya. Di samping itu, satu prinsip harus dipegang dan menjadi dasar perjuangan pembebasan: kemiskinan bisa diperangi. Itu bukanlah sesuatu yang mustahil.

Sebagai pengelola negara, pemerintah merupakan faktor penentu terhadap “hitam-putih”-nya keadaan sosial negara, termasuk di dalamnya, ada-tidaknya kemiskinan. Fungsi dan tanggungjawab sosial pemerintah, bila diaktifkan dan diefektifkan, --selainkan menghilangkan faktor kemiskinan dari pihak pemerintah sendiri-- bisa menjadi kunci utama untuk membongkar faktor-faktor kemiskinan lainya. Pemerintah mempunyai kewenangan untuk membuat kebijakan-kebijakan publik dan langkah-langkah strategis dan konkret berkaitan dengan SDM, kesempatan kerja dan usaha, prioritas-prioritas pembangunan dan solidaritas pada yang miskin, demi kemakmuran seluruh rakyat. Itu merupakan otoritas pemerintah dalam mendistribusikan kekayaan negara untuk kesejahteraan umum.

Maka, menyelenggarakan dan menyempurnakan lagi program pembebasan dan pelaksanaannya haruslah pemerintah galang terus-menerus, dengan didasarkan pada situasi nyata rakyat miskin tertentu. Penyebab-penyebab kemiskinan (misalnya: sarana-sarana infrastruktur publik yang tak memadahi, pengetahuan sempit, mentalitas tak produktif dan keadaan alam yang sulit --ini berkaitan dengan SDM, kesempatan dan tempat) dan metode yang akan digunakan untuk pembebasan (misalnya: penetapan kebijakan publik, pelatihan, padat karya, pembangunan fisik dan penyuluhan) hendaknya ditelaah secara jujur dan teliti. Kemudian yang tak boleh diremehkan adalah kesiapan dan kehendak baik dari rakyat sendiri sebagai yang akan dibebaskan dari kemiskinan di satu pihak, dan di lain pihak, perangkat pemerintah yang bertugas. Bersamaan dengan itu, ajakan bagi mereka yang kaya dan sangat kaya untuk bersolidaritas secara positif kepada yang miskin juga perlu disuarakan dan ditekankan. Dengan demikian, program pembebasan bisa berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Dahulu, para pejuang mengurbankan banyak hal yang dimiliki demi terbebasnya bangsa dari belenggu bangsa asing; sekarang, kita juga merupakan pejuang yang harus mengurbankan banyak hal demi terbebasnya bangsa dari belenggu kemiskinan.

*******

Cianjur, 26 Juni 2009

Anton Padmono


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Musik